Langsung ke konten utama

Solusi Healing ketika Pening

Beberapa hari lalu saya berkunjung ke rumah seorang budayawan Lombok. Beliau sudah sepuh. Saat saya tanya kelahiran berapa, beliau menjawab bahwa  saat perang Pujut pertama di Lombok dan masa orde lama, usianya sudah belia. Singkatnya, beliau lahir tahun 1958. Tentu saja saya yang lahir di masa reformasi membuat perbedaan usia kami terbilang kontras. Kami lalu bercerita dan saling bertukar pandangan tentang lebih enak hidup di zaman dulu atau sekarang. Hingga sampai pada satu kesimpulan awal: semua zaman ada enak dan tidak enaknya. 

Kata beliau, zamannya terasa menyenangkan saat bisa bersahabat dengan bulan. Bulan menjadi penunjuk jalan dan menjadi teman sepanjang perjalanannya saat listrik belum ada dan kendaraan masih langka. Namun di zaman beliau, Ia mengaku kesulitan dalam hal komunikasi dan perolehan informasi. 

"Orang zaman dulu masih mengandalkan surat pos nak, berbeda dengan sekarang. Semua serba instan dan cepat. Secepat menjentikkan jari," pengakuannya kepada saya. Saya mengangguk setuju pada kalimat terakhir.

Saya katakan bahwa dunia yang kita tinggali saat ini memang berkembang pesat. Berkat adanya internet, berbagai jenis platform dan sosial media memudahkan kita untuk bisa berkomunikasi dengan banyak orang, sekaligus bisa melihat dunia lebih luas. Kecanggihan teknologi di era 5.0 ini juga mampu membantu kita mendapatkan apa yang kita butuhkan secara mudah. Cari pengetahuan, cari orang yang hilang, cari makan, sampai cari jodoh pun bisa (hihihi), apalagi mau cari cuan. Cukup bermodalkan kreativitas dan pemahaman dunia digital, dan tentu saja Internet yang memadai. Beliau mengangguk setuju.

Namun, saya jelaskan juga bahwa era ini punya tantangan besar. Jika kita tak menjadi konsumtif yang sehat di dunia maya, maka kecanggihan tersebut bisa menjadi bumerang: niat berkomunikasi untuk menyambung silaturahmi dan punya banyak kawan akan menjadi  sebaliknya (punya musuh) jika tak hati-hati berujar/ berkomentar di media sosial, mendapat fakta keliru jika tak pandai menyaring informasi, bahkan bisa berakibat fatal yaitu kena  penyakit mental. Salah satu penyebabnya karna mengonsumsi informasi yang tak sehat berupa berita hoax. Jika sudah seperti itu, bukannya bisa healing di dunia maya, malah jadi pening.

"Meresahkan juga ya. Terlebih bapak yang jadi budayawan dan pedalang wayang sasak. Dulu sanggar ini ramai karna orang-orang tertarik belajar pewayangan, tapi sekarang jadi sepi. Orang di sekitar lebih senang bermain HP (Handphone).  Anak-anak kandung bapak saja yang tetap aktif berlatih."

Saya tak bermaksud membuat beliau frustasi, tapi malah sebaliknya. Saya jelaskan bahwa terlepas dari tantangan-tantangan itu, kita bisa menjadi koki di dunia maya dengan menyediakan santapan sehat bagi konsumennya. Beliau bisa menjadi pionir yang memberi tontonan edukatif tentang pewayangan Sasak secara digital, sekaligus menjadi pemelihara budaya yang bisa dikenali oleh masyarakat dunia secara meluas.  Caranya mudah. Ia bisa mengajak anaknya untuk mendokumentasikan kegiatan di Sanggarnya, lalu mengunggahnya di platform-platform yang diinginkan. Dengan demikian, beliau tak hanya jadi pelaku budaya tapi juga bisa menjadi artis content creator. Kelebihannya pun tak hanya menyuguhkan makanan sehat bagi konsumen internet, merekrut anggota sanggar dari dunia maya, tapi juga bisa hilangkan pening karna konten-kontennya bisa di-monetisasi atau diuangkan.

Saya mencontohkan dengan apa yang saya kerjakan selama ini. Saya senang di dunia tulis-menulis dan menjadikan salah satu platform sebagai wadah healing dan branding bagi diri saya, karna saya bisa membuang pengap di pikiran dengan menuangkan ide menulis atau konten visual di dalam blog dan media sosial. Bisa dinikmati siapa saja yang ingin melihat dan membacanya. Cuan pun berdatangan ke saya. Dan semua itu bisa terjadi salah satunya berkat bantuan "sahabat setia tak kasat" saya. Selain itu, percayalah, melakukan hal yang kita senangi tak hanya sekedar menyenangkan tapi juga menenangkan!

Saya akhirnya mengenalkan "sahabat tak kasat" yang menemani keseruan saya berkonten ria selama ini, yang juga membersamai perjalanan maya saya sejak bekerja dari tahun 2016: "Saya  mengandalkan  internet dari IndiHome, Pak. IndiHome merupakan salah satu produk layanan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk sebagai Internet Provider. Mudah, cepat dan stabil ditambah jangkauannya lebih luas".  

IndiHome sendiri adalah singkatan dari Indonesia Digital Home. Resmi diluncurkan pada tahun 2015. Sesuai dengan kata "Home" yang tersemat di namanya, produk digital ini memiliki 3 jenis layanan yaitu Internet rumah,  Telepon Rumah dan TV Interaktif (UseeTV) yang menggunakan teknologi fiber optik. Penghargaan tertinggi Top Brand Awards oleh Majalah Marketing dan Frontliner Consultan juga pernah diraih oleh Layanan Triple Play IndiHome (produk andalan) PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk untuk kategori Internet Service Provider Fixed Terbaik. Internet Provider ini juga semakin praktis digunakan karna bisa membayar tagihan dan beli add-on di aplikasi myIndiHome.

Kembali ke percakapan kami, seorang anaknya  mengaku belum memasang router IndiHome dan merasa boros karena mesti beli kuota yang banyak saat di rumah.  Itu karena Ia harus memakai sistem tethering jika bapak, ibu atau saudaranya mau memakai internet di rumah. Sudah boros di kuota, boros di daya baterai Handphone-nya juga. Sangat tidak efektif tanpa IndiHome.

Sang ayah yang juga pensiunan guru itu pun mengaku bahwa dirinya pernah pentas wayang di beberapa tempat, baik di dalam maupun luar kota. Ia bersyukur karena kegiatannya didokumentasikan dan ditayangkan di salah satu platform meski belum banyak. Ia jadi membayangkan jika di platform itu bisa mengisi lebih banyak konten tentang sanggarnya. Selain untuk pengarsipan secara digital, Ia bisa dengan mudah menonton dirinya berulang-ulang. Apalagi, ada kebanggan tersendiri baginya saat melihat orang lain juga menonton pementasannya. Namun, di usianya yang sudah masuk pensiun mengajar, lebih sering di rumah, tentu yang Ia bayangkan tak akan jadi nyata jika tak memasang "Internet rumah" itu. Saya memberi kontak layanan pemasangan IndiHome sebagai solusinya. Meski terlahir di era berbeda, kita bisa sama-sama melihat, menonton, berbagi dan menelusuri dunia di rumah menggunakan Internet berkualitas, kan?

Percakapan kami berakhir dengan sebuah kesimpulan akhir: pilih kawan setia (Internet Provider) yang memudahkan dan berkualitas seperti IndiHome. Tidak boros, nyaman saat berselancar di dunia maya tanpa gangguan, sekaligus bisa membantu kita mendapat penghasilan. Solusi healing ketika pening banget gak tuh?

Bagi kalian yang juga ingin produktif di dunia maya dibersamai IndiHome seperti mereka, atau sudah menjadi pelaku content creation baik di bidang tulisan dan visual di beberapa platform tapi juga mau banyak cuan,  bisa bergabung di program IndiHome dalam Conten Creation Competition (3C) 2023 dengan total hadiah senilai Rp.165 Juta! Syarat dan ketentuan lengkap kompetisi tersebut dapat dilihat di laman https://indihome.co.id/lomba-konten-indihome, ya. Buruan, periode kompetisi sampai tanggal 13 Mei ini!




Komentar

Postingan populer dari blog ini

ELTA PAKET KOMPLIT !

  trainer dan trainee ELTA IX Propinsi NTB English Language Training Assistance (ELTA) merupakan program bantuan pelatihan bahasa Inggris dari Australia Awards in Indonesia (AAI)  bagi masyarakat Propinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, NTT dan NTB serta disabilitas di seluruh Indonesia. Program ini ditujukan bagi mereka yang sudah memiliki kriteria sebagai pelamar beasiswa S2 Australia Awards Schoolarsip  (AAS) atau beasiswa lainnya,  tapi memiliki skor IELTS di bawah 5.0 . ELTA sudah terlaksana selama 9 kali dan uniknya, semesta memberi kejutan untuk peserta ELTA Batch IX. Anggap saja kami angkatan spesial. Pasalnya, kami menjadi peserta ELTA Online pertama karena kondisi pandemi. Tak hanya berdampak ke sistem pelatihan yang beralih ke daring, jadwal kegiatan yang seharusnya dimulai di tahun 2020 pun sempat tertunda, but finally! Setelah menunggu +  6 bulan, pelatihan berdurasi 3 bulan tersebut akhirnya dimulai di pertengahan  Januari sampai April 2021. Lalu seperti apa ta

Penggerak Pangan Lokal: Nur Rahmi Yanti

foto pribadi Siapa di antara kamu yang masih asing dengan nama sorgum? Jika kamu baru mengenal nama itu saat membaca tulisan ini, tak masalah. Lebih baik terlambat daripada tidak tahu sama sekali. Saya pribadi yang tinggal di kota juga baru mengenal sorgum di tahun 2019 saat berkunjung ke salah satu rumah guru di desa Bentek, Kabupaten Lombok Utara. Jika orang jawa mengenal sorgum dengan nama jagung cantel, warga Nusa Tenggara Barat akrab menyebutnya buleleng.  "Mau urap buleleng?" tawar seorang guru saat itu sambil menyodorkan piring berisi menu tadi. Saya mengernyitkan dahi mendengar satu nama asing di telinga saya: Buleleng. Melihat piring berisi biji-bijian berwarna merah dengan daging putihnya yang mekar direbus, bercampur dengan parutan kelapa dan toping gula merah di atasnya, saya menerima dan mencicipi urap manis itu. " Kalo bahasa Indonesianya Sorgum", tambah guru tadi. Tangan saya langsung membuka gawai dan mencari tahu apa itu sorgum di internet. Akhirny