Langsung ke konten utama

Penggerak Pangan Lokal: Nur Rahmi Yanti

foto pribadi


Siapa di antara kamu yang masih asing dengan nama sorgum? Jika kamu baru mengenal nama itu saat membaca tulisan ini, tak masalah. Lebih baik terlambat daripada tidak tahu sama sekali. Saya pribadi yang tinggal di kota juga baru mengenal sorgum di tahun 2019 saat berkunjung ke salah satu rumah guru di desa Bentek, Kabupaten Lombok Utara. Jika orang jawa mengenal sorgum dengan nama jagung cantel, warga Nusa Tenggara Barat akrab menyebutnya buleleng. 

"Mau urap buleleng?" tawar seorang guru saat itu sambil menyodorkan piring berisi menu tadi. Saya mengernyitkan dahi mendengar satu nama asing di telinga saya: Buleleng. Melihat piring berisi biji-bijian berwarna merah dengan daging putihnya yang mekar direbus, bercampur dengan parutan kelapa dan toping gula merah di atasnya, saya menerima dan mencicipi urap manis itu.

"Kalo bahasa Indonesianya Sorgum", tambah guru tadi. Tangan saya langsung membuka gawai dan mencari tahu apa itu sorgum di internet. Akhirnya untuk pertama kali saya tahu bahwa serealia ini merupakan makanan pokok nenek moyang kita sebagai pengganti nasi. Tak hanya itu, kandungan sorgum juga kaya akan serat dan cocok bagi yang diet dan alergi gluten. Sebagai anak kota yang jarang menemukan pangan lokal selain nasi, jagung, singkong dan ubi, saya merasa beruntung bisa makan urap sorgum pertama kali.

Namun tentu bukan perjumpaan saya dan sorgum yang jadi inti penulisan cerita ini, melainkan perjumpaan sorgum dengan seorang perempuan yang membuatnya berhasil menjadi penggerak pangan lokal alternatif di Nusa Tenggara Barat: Nur Rahmi Yanti.

Awal Perjumpaan, Pengembangan Produk Sorgum dan Penghargaan-Penghargaan. 


foto Facebook Yant Sorghum     


Nur Rahmi Yanti, yang akrab dipanggil Yant Sorghum merupakan satu-satunya perempuan yang berhasil menimang dan membesarkan sorgum setelah pertama kali perjumpaan mereka.

Semua itu bermula dari rasa penasaran mbak Yanti terhadap sorgum sendiri. Jika rasa penasaran saya kepada sorgum berujung kepuasan bisa memakan urap sorgum saja, mbak Yanti lebih dari itu. Ia melakukan aksi yang telah menginspirasi kaum muda di Indonesia.

Mbak Yanti bertemu sorgum pertama kali saat mengikuti pameran display sorgum di daerahnya sekitar tahun 2017. Sebagai sesama anak Mataram yang terkagum-kagum dengan bentuk sorgum, Ia akhirnya mencari tahu lebih lanjut tentang apa itu sorgum, kandungan yang dimiliki dan sejauh mana pengolahan sorgum di lakukan di Nusa Tenggara Barat. Melihat belum ada satu orang pun yang membuat olahan sorgum secara maksimal (hanya dijadikan pakan ternak atau urap sorgum), akhirnya perempuan lulusan Universitas Mataram ini tertarik untuk membudidayakan tanaman serealia tersebut menjadi produk olahan makanan sehat. Lebih dari itu, Yanti juga bertekad agar aksinya bisa menjadi penyelamat para petani sorgum di pulau seribu masjid.

Pucuk dicinta Ulam pun tiba. Harapan besar mbak Yanti disambut baik semesta. Pada tahun 2017, mbak Yanti mulai mengikuti ajang Kompetisi Pengusaha Muda dan lolos ke tingkat Nasional. Produk yang ia tawarkan adalah pengolahan sorgum menjadi tepung dan olahan kue kering sebagai oleh-oleh NTB. Di tahun yang sama, Ia mengikuti ajang SATU Indonesia Awards yang diusung oleh PT. Astra Internasional Tbk. Setelah sukses membina dua desa di Lombok, Yanti bersama timnya berhasil menjadi juara tingkat provinsi. Beras sorgum, tepung sorgum, gula sorgum dan kukis bermerek Yant Sorghum menjadi produk yang Ia pamerkan saat itu. 

foto Facebook Yant Sorghum



Yant Sorghum berkomitmen menjadi pionir dalam pengembangan sorgum di NTB sejak tahun 2017 dan berlanjut di tahun 2018. Ia bersama tim memperoleh kesempatan menjadi target pembinaan dari CSR ASTRA dalam program Desa Sejahtera ASTRA Sorgum Lombok dan berhasil mendapat juara II. 

foto Facebook Yant Sorghum


  foto Facebook Yant Sorghum 
Ia tak menyangka makanan dari jaman nenek moyang kita dulu ternyata bernilai tinggi di jaman sekarang dan menghasilkan cuan. Bagaimana tidak? Hingga saat ini Yant Sorgum sudah berhasil melibatkan 22 desa di NTB dan 1000 lebih petani. 

Masyarakat yang awalnya membuang sorgum karena harga jualnya rendah (hanya seribu rupiah perkilo, lebih murah dari gabah beras), sekarang berkat mbak Yanti, sorgum menjadi tanaman eksklusif yang tetap dibudidayakan di 5 kabupaten di Lombok. Keberhasilannya membina produk makanan olahan berbahan sorgum, penghargaan-penghargaan yang diperoleh, serta kesuksesannya dalam pemasaran produk membuat Yant Sorghum bisa dijumpai di pasar Internasional.

Tantangan yang Dihadapi. 


Jalan yang ditempuh mbak Yanti bersama tim untuk membesarkan Yant Sorghum tak semudah membalik telapak tangan. Meski Yant Sorghum dibangun dengan niat yang mulia untuk membantu perekonomian warga lokal, tak semua niat baik disambut indah. 

Masa-masa berat dihadapi mereka saat terjun melakukan pembinaan di salah satu desa di kabupaten. Mengingat dirinya yang asli Mataram (ibukota provinsi NTB), bukan berasal dari desa binaanya, para stakeholder yang berkunjung pernah mengira bahwa Yant Sorghum merupakan start-up olahan sorghum dari desa tersebut. Tak hanya itu, beberapa aset yang dibangun dengan uang pribadi mbak Yanti juga sempat ingin diambil beberapa oknum. Kondisi tersebut akhirnya bisa diselesaikan setelah dilakukan klarifikasi kepemilikan. 

Peristiwa gempa bumi di Lombok di tahun 2018 dan wabah pandemi Covid-19 juga menjadi titik terendah Yant Sorghum. Kondisi Yant Sorghum kembali membaik setelah pihak ASTRA memesan ribuan souvenir dari olahan sorgum. Penyesuaian dirinya sebagai orang luar (bukan warga asli desa binaan tersebut), menjadi titik balik mbak Yanti. Ia mendapat pemahaman yang baik tentang bagaimana menyesuaikan target program Yant Sorgum dengan keadaan desa dan kebutuhan mereka.

Kandungan Sorgum dan Produk Yant Sorghum.

foto Facebook Yant Sorghum 


Sorgum kaya akan manfaat bagi kesehatan. Tanaman ini bersifat rendah gula, dan berserat tinggi, sehingga cocok untuk yang menjalankan program diet. Selain itu, kandungan non-gluten yang dimiliki sorgum ramah dikonsumsi pengidap autis. 

"Sorgum memiliki potensi sebagai pengganti terigu yang sehat dan mampu memenuhi kebutuhan makanan diet." Terang mbak Yanti. 

Ia juga mengaku belajar secara otodidak untuk membuat produk olahan dari pemanfaatan bagian-bagian sorgum. Adapun beberapa olahan yang diproduksi Yant Sorghum seperti jamu (dari akar sorgum), gula dan madu (dari batang sorgum), beras, tepung dan aneka kukis (dari biji sorgum), juga pewarna makanan dan dendeng (dari daun sorgum). Ampas sorgum juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Keberhasilannya sebagai owner Yant Sorghum tak membuat Ia berhenti berinovasi. Dengan dibantu CSR dari PT. Astra Internasional, Tbk., Yant Sorghum membuat olahan produk unik untuk mengurangi angka stunting yaitu edible spoon seperti sendok dan mangkok sorgum. Saya pribadi setuju bahwa makanan sehat bisa menjadi penyelamat manusia. Hal ini mengingatkan saya pada kalimat Mahatma Gandhi : There are people in the world so hungry, that God cannot appear to them except in the form of bread. Tak berhenti di situ, mbak Yanti juga berencana memanfaatkan limbah sorgum menjadi bio etanol sebagai bahan energi diesel. 

Berikut beberapa foto produk dari Yant Sorghum. Produk mbak Yanti bisa dibeli secara online di aplikasi online shop atau berkunjung ke toko Yant Sorghum yang berlokasi di Ampenan-Mataram.




koleksi foto produk dari Facebook Yant Sorgum


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ELTA PAKET KOMPLIT !

  trainer dan trainee ELTA IX Propinsi NTB English Language Training Assistance (ELTA) merupakan program bantuan pelatihan bahasa Inggris dari Australia Awards in Indonesia (AAI)  bagi masyarakat Propinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, NTT dan NTB serta disabilitas di seluruh Indonesia. Program ini ditujukan bagi mereka yang sudah memiliki kriteria sebagai pelamar beasiswa S2 Australia Awards Schoolarsip  (AAS) atau beasiswa lainnya,  tapi memiliki skor IELTS di bawah 5.0 . ELTA sudah terlaksana selama 9 kali dan uniknya, semesta memberi kejutan untuk peserta ELTA Batch IX. Anggap saja kami angkatan spesial. Pasalnya, kami menjadi peserta ELTA Online pertama karena kondisi pandemi. Tak hanya berdampak ke sistem pelatihan yang beralih ke daring, jadwal kegiatan yang seharusnya dimulai di tahun 2020 pun sempat tertunda, but finally! Setelah menunggu +  6 bulan, pelatihan berdurasi 3 bulan tersebut akhirnya dimulai di pertengahan  Januari sampai April 2021. Lalu seperti apa ta

Solusi Healing ketika Pening

Beberapa hari lalu saya berkunjung ke rumah seorang budayawan Lombok. Beliau sudah sepuh. Saat saya tanya kelahiran berapa, beliau menjawab bahwa  saat perang Pujut pertama di Lombok dan masa orde lama, usianya sudah belia. Singkatnya, beliau lahir tahun 1958. Tentu saja saya yang lahir di masa reformasi membuat perbedaan usia kami terbilang kontras. Kami lalu bercerita dan saling bertukar pandangan tentang lebih enak hidup di zaman dulu atau sekarang. Hingga sampai pada satu kesimpulan awal: semua zaman ada enak dan tidak enaknya.  Kata beliau, zamannya terasa menyenangkan saat bisa bersahabat dengan bulan. Bulan menjadi penunjuk jalan dan menjadi teman sepanjang perjalanannya saat listrik belum ada dan kendaraan masih langka. Namun di zaman beliau, Ia mengaku kesulitan dalam hal komunikasi dan perolehan informasi.  "Orang zaman dulu masih mengandalkan surat pos nak, berbeda dengan sekarang. Semua serba instan dan cepat. Secepat menjentikkan jari," pengakuannya kepada saya.