“kau tahu kak, di sepanjang jalan tadi nah , macam kupikir gas motornya rusak, susahnya melaju kencang ! Eh lama-kelamaan aku sadar, bukan gasnya yang bermasalah tapi penumpangnya yang terlalu berat. Aiigh... pegalnya tanganku itu dua kali pegalnya kakak memutari Alun-Alun Nunukan dekat tugu Dwikora bah !” Fatia tertawa. Maliki yang mengetahui maksud cerita Fatia untuk mengejek berat badannya, membiarkan lawannya kali ini tertawa bahagia. “Saya buatkan kakak kopi dulu ya” Fatia yang sudah puas menertawai, berjalan ke arah dapur. Sambil melangkah ia menggosok rambut basahnya dengan handuk, lalu menggantungnya di pundak kanan. Mereka baru saja pulang dari rumah seorang Ibu janda beranak 1. Fatia menyebut si Ibu sebagai “ML”. Bukan “ML” kepanjangan dari Mitra Langsung atau boundary partners -nya selama bertugas, tapi lebih dari itu. Bagi Fatia, Ibu Nur adalah Malaikat Langsung-nya. Setelah berpamitan. Di tengah jalan, tepatnya di simpang tiga, depa...